“Mas, Mbak, ayo jalan-jalan,” pinta bocah-bocah di suatu kelas bahasa Inggris. Mereka mungkin bosan karena sudah berminggu-minggu lamanya melakukan kegiatan belajar secara cukup serius. Ya, walaupun sebisa mungkin kami mencoba meramu kelas-kelas di Perpusjlegongan secara menyenangkan.

“Besok ya, pertemuan selanjutnya kita belajar di luar. Setelah kalian ujian,” jawab kami pada bocah-bocah itu. Kebetulan, mereka juga baru akan melangsungkan ujian kenaikan kelas. Agenda belajar di luar ruangan pas dengan momentum ini. Harapan kami, kegiatan ini akan seperti kegiatan outing class sebagaimana di beberapa sekolah formal.

Di mana kegiatan ini dijalankan? Bukan di taman, melainkan di sebuah area persawahan di selatan dusun Jlegongan.

Berkegiatan di alam terbuka sesungguhnya bukan hal baru bagi Perpusjlegongan. Sejak 2015, kami sudah sering melakukan kegiatan ini. Dulunya, titik favorit kami adalah area terbuka di kaki bukit selatan dusun. Area ini sering dipakai warga untuk menggembala ternak. Sayang, tempat ini sudah hilang seiring pembangunan yang menerpa bukit tersebut.

Hari-hari belakangan ini, kegiatan luar kelas di Perpusjlegongan lebih sering diadakan di sawah. Kebetulan, ada sepetak sawah yang tidak ditanami di sebelah selatan dusun. Tempat ini sering digunakan para perumput untuk mencari pakan ternak mereka. Di beberapa titik, ada pohon liar berukuran cukup besar. Bayangannya cukup untuk menaungi belasan anak duduk melingkar di sore hari.

Kami tidak punya tujuan muluk tentang kegiatan ini. Segalanya diniatkan untuk menghadirkan suasana baru dalam belajar. Jika di Perpusjlegongan mereka biasanya belajar sambil duduk lesehan beralas keramik, di sawah mereka akan belajar beralas tanah.

“Sandalnya dilepas terus buat alas duduk, ya,” kata kami ke mereka.

Duduk melingkar di naungan bayangan pohon, anak-anak itu akan belajar bersama-sama. Misalnya, kami pernah mengadakan mini game dan membaca buku bersama. Supaya lebih menyenangkan, biasanya fasilitator akan mengajak anak-anak bernyanyi bersama. Dulu, di tahun 2015 kami pernah mengadakan bimbingan belajar di kaki bukit tadi. Anak-anak mengeluarkan buku dan mengerjakan PR sementara tidak jauh dari sana ada kerbau sedang merumput.

Terkadang, ada orang melintas dan menatap heran ke arah kerumunan kami. Mungkin, beberapa menganggap kami kurang kerjaan karena mengajak anak-anak belajar di sawah. Padahal, Perpusjlegongan jelas lebih luas dan bersih untuk belajar.

Ketika sekolah-sekolah formal membatasi interaksi muridnya dengan alam, kami berupaya mencari titik tengah menyenangkan. Belajar dengan terpaan sinar matari sore, semilir angin, dan sensasi gatal di kaki karena menduduki rumput sungguh selingan menyenangkan dari aktivitas belajar yang telah dilewati anak-anak setiap harinya.

Membawa anak-anak ke sawah juga upaya kami mengenalkan mereka dengan alam raya di sekitarnya. Mau bagaimanapun, mereka adalah anak-anak dusun dan sawah adalah bagian dari kehidupan di sini. Meminjam istilah serius, ini adalah upaya membangun pemahaman secara lebih komprehensif. Istilah kami, ini adalah cara menunjukkan ke mereka jika belajar bisa dilakukan di manapun, termasuk di sawah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *